Reciprocal tarrifs atau tarif timbal balik mungkin masih terdengar asing bagi sebagian orang. Kebijakan tersebut menjadi salah satu program Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terkait tarif impor. Trump menekankan kebijakan perdagangan yang lebih proteksionis guna melindungi industri dalam negeri Amerika Serikat. Hal ini sesuai dengan prinsipnya yang dikenal dengan America First.
Menurut Trump, selama ini banyak negara mengenakan tarif tinggi pada barang-barang AS, sementara pihaknya justru memberikan tarif yang lebih rendah. Melalui reciprocal tariffs, Trump ingin memastikan perdagangan internasional berjalan dengan lebih adil dari perspektif AS.
Reciprocal Tariffs dapat diartikan sebagai kebijakan tarif timbal balik. Kebijakan ini merujuk pada kondisi suatu negara yang menetapkan tarif impor terhadap barang dari negara lain dengan tingkat yang sama seperti tarif yang dikenakan oleh negara tersebut pada barang ekspornya. Kebijakan seperti Reciprocal Tariffs seringkali disebut sebagai strategi perdagangan untuk menciptakan keseimbangan dalam tarif antar negara. Sebagian menganggap kebijakan ini sebagai balasan Trump untuk musuh-musuh AS yang selama ini menetapkan tarif mahal untuk barang ekspor negaranya.
Reciprocal Tariff Act mengatur negosiasi perjanjian tarif antara Amerika Serikat dan negara-negara terpisah, khususnya negara-negara Amerika Latin. Undang-Undang tersebut berfungsi sebagai reformasi kelembagaan yang dimaksudkan untuk memberi wewenang kepada presiden untuk bernegosiasi dengan negara-negara asing untuk mengurangi tarif sebagai imbalan atas pengurangan timbal balik tarif di Amerika Serikat hingga 50%. Hal ini menghasilkan pengurangan tugas. Ini adalah kebijakan Demokrat tarif rendah dalam menanggapi program Republik tarif tinggi yang menghasilkan tarif Smoot-Hawley tahun 1930 yang menaikkan tarif, dan secara tajam mengurangi perdagangan internasional. Reciprocal Tariff Act dipromosikan secara besar-besaran oleh Menteri Luar Negeri Cordell Hull.