TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN HUKUM PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) DI KOTA SEMARANG

  • Amelia Maruanaya
  • Adi Suliantoro

Abstract

Konsumen memiliki risiko yang lebih besar daripada pelaku usaha, dengan kata lain hak-hak konsumen sangat rentan. Hal ini disebabkan karena posisi tawar konsumen yang lemah, maka hak-hak konsumen sangat riskan untuk dilanggar. Hal ini dikemukakan oleh Edmon Makarim pada buku hukum perlindungan konsumen.  Terhadap posisi konsumen tersebut, ia harus dilindungi oleh hukum, karena salah satu sifat, sekaligus tujuan hukum adalah memberikan perlindungan (pengayoman) kepada masyarakat. Perlindungan kepada masyarakat tersebut harus diwujudkan dalam bentuk kepastian hukum yang menjadi hak konsumen.

Dari latar belakang masalah diatas maka didapat perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :(1).Bagaimana kekuatan hukum putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)? (2). Apakah putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dapat dilaksanakan eksekusinya? (3). Adakah hambatan yang muncul saat pelaksanaan eksekusi?

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Dalam pendekatan yuridis, hukum dilihat sebagai norma atau das sollen, karena pendekatan yuridis merupakan suatu pendekatan yang mengacu pada hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.  Sedangkan pendekatan normatif dipergunakan untuk menganalisis hukum sebagai suatu perangkat aturan perundang-undangan yang bersifat normatif.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan dari hasil penelitian tersebut sebagai berikut : (1). Putusan BPSK yang diambil berdasarkan penyelesaian konsiliasi dan mediasi tidak memiliki kekuatan hukum. Sedangkan penyelesaian melalui arbitrase adalah yang memiliki kekuatan hukum.(2).Berdasarkan ketentuan Pasal 57 UUPK, pelaksanaan eksekusi putusan BPSK dilakukan dengan melalui penetapan putusan BPSK. BPSK tidak memiliki kekuasaan untuk melaksanakan eksekusi putusannya sendiri, sehingga diperlukan penetapan Pengadilan Negeri atas putusan arbitrase BPSK. (3).Hambatan yang muncul saat pelaksanaan eksekusi antara lain adalah BPSK berpendapat bahwa seharusnya konsumenlah yang mengajukan permohonan penetapan eksekusi kepada pengadilan negeri. Selain itu ada kerancuan dalam sisi aturan, dimana jika dalam permintaan pengesahan Pengadilan Negeri atas putusan arbitrase BPSK didapati adanya upaya hukum keberatan, maka Pasal3 UU No. 30 Tahun 1999 menyebutkan bahwa pengadilan negeri tidak berwenang untuk mengadili sengketa para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase. Sementara pada Pasal 56 Ayat (2) UUPK membuka peluang pengajuan keberatan kepada pengadilan negeri terhadap putusan arbitrase yang dikeluarkan oleh BPSK. UU No . 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Published
2017-08-09